Rabu, 27 Agustus 2008



KHITTAH PERJUANGAN PEMUDA MUHAMMADIYAH

I. Pendahuluan

Secara etimologis, kata khittah berasal dari derivasi bahasa Arab- خِـطةً - يَخُطﱡ - خَطﱠ yang berarti rencana, jalan, atau garis (Kamus Al-Munawwir). Dengan demikian, khittah perjuangan dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan Pemuda Muhammadiyah dalam mewujudkan misi dan cita-cita gerakannya.

Khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah berisi pokok-pokok pikiran yang diharapkan dapat menjadi garis perjuangan gerakan Pemuda Muhammadiyah ke depan. Di dalam rumusan Khittah Perjuangan ini terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan diarahkan pada upaya peneguhan eksistensi Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mampu menyelesaikan problematika umat Islam, khususnya mereka yang bernaung di bawah panji-panji persyarikatan Muhammadiyah. Sementara aspek kesinambungan merupakan upaya mempertahankan capaian-capaian positif yang selama ini dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah.

Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah diharapkan bukan hanya sekedar retorika yang kaya wacana tetapi miskin kerja nyata. Melalui khittah, gerakan Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sudah saatnya Pemuda Muhammadiyah bangkit sebagai kekuatan terdepan di dalam merespon dan menyikapi dinamika zaman. Pemuda Muhammadiyah harus tekun, rajin, dan cerdas dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok. Dalam konteks ini, firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 18 berikut ini perlu menjadi pijakan dalam setiap gerak dan langkah Pemuda Muhammadiyah :

ORGANISASI KEPEMUDAAN JANGAN TRADISIONAL


sumber : http://www.kemenegpora.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=167%3Aorganisasi-kepemudaan-jangan-tradisional&catid=17&Itemid=57

Menteri Negara Pemuda (Menegpora ) Dr. Adhyaksa Dault, SH, M.Si, meminta agar pengelolaan organisasi Kepemudaan jangan hanya sekedar rutinitas dan tradisional karena mereka akan ditinggalkan anggotanya.?Tapi harus modern, kata Adhyaksa saat membuka tiga kegiatan sekaligus yakni Temu Pemuda Serantau I, Bakti Pemuda Internasional dan Rakernas Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) di Yogyakarta, Sabtu (2/6) malam. Sebagaimana disampaikan Humas Kantor Kemenegpora, di Jakarta.

Saat ini, banyak organisasi yang dikelola secara rutinitas dan tradisional sehingga tidak ada pembaharuan, tidak sesuai dengan tuntutan zama, maka akan sulit berkembang. Organisasi kepemudaan, katanya, harus memperhatikan pengembangan sumber daya manusia dan aturan main organisasi agar terus bias survive (bertahan). Dan tidak ditinggalkan anggotanya.

Walaupun aturan mainnya bagus namun SDM-nya buruk maka organisasi tidak jalan. Demikian pula jika SDM-nya baik namun aturan mainnya buruk, katanya. Organisasi kepemudaan, katanya, juga perlu memperbaiki permasalahan internal organisasi sebelum berperan ke arah yang lebih besar. Pada kesempatan itu Adhyaksa juga meminta Pemuda untuk siap menghadapi era ?Globalisasi tidak bisa ditahan sehingga harus dihadapi. Jika para pemuda tidak siap menghadapi globalisasi maka Indonesia hanya akan mudah dimanfaatkan oleh bangsa lain, paparnya. Adhyaksa mengharapkan Temu Pemuda Serantau dan Bakti Pemuda Internasional yang diikuti Pemuda dari Indonesia, Malaysia, Singapura,m Thailand dan Kamboja dapat meningkatkan kemampuan Pemuda dalam menghadapi globalisasi, dan dapat menyaring pengaruh buruk globalisasi.

Temu Pemuda Serantau merupakan hasil kesepakatan Dialog Dakwah Serantau II pada 2006 di Batam. Kegiatan ini semacam Youth Camp (perkampungan pemuda) yang mempertemukan pemuda-pemudi Islam 17-23 tahun dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Kamboja. Kegiatan ini ditujukan untuk mempererat persaudaraan, pemahaman kebudayaan, dan jalinan kerjasama diantara Pemuda Islam serantau dalam kegiatan dakwah dan pemberdayaan umat.

Sedangkan Bakti Pemuda Internasional ditujukan untuk meningkatkan persaudaraan dan kerjasama organisasi pemuda di tingkat regional maupun internasional, sekaligus mendekatkan organisasi pemuda dengan masalah dan situasi di masyarakat akar rumput.

Di Batam pada pagi harinya, Adhayaksa membuka tiga kegiatan kepemudaan di Batam, yakni Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Perbatasan, Pelatihan Promosi Kepemimpinan Pemuda dan Lokakarya Pemuda Bersih Narkobadan HIV/AIDS Pantas Juara. Ketiga kegiatan tersebut diikuti pejabat daerah setempat, Organisasi kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta siswa dan Mahasiswa sebanyak 130 orang.

Adhyaksa mengharapkan kepemimpinan pemuda, termasuk didaerah perbatasan, dikembangkan sehingga pemuda dapat mengamankan wilayah perbatasan dan menjaga NKRI. Para pemuda harus mampu memimpin. Dalam memimpin Pemuda harus bisa mempengaruhi orang lain, caranya adalah dengan memberi contoh yang baik. Dalam kesempatan ini Adhyaksa juga menekankan perlu meningkatkan rasa nasionalisme di kalangan pemuda. Masih adakah rasa nasionalisme dalam diri pemuda? Ini perlu dikaji ulang, katanya.

Selain itu, rasa nasionalisme yang dikembangkan adalah rasa nasionalisme berasal dari bawah. Bukan nasionalisme yang formal dan dari atas, katanya. Sementara itu, Deputi II Menegpora Budi Setiawan mengatakan pelatihan pengembangan Kepemimpinan Pemuda Perbatasan diikuti 50 orang pemuda dan atlet yang berdomisili di perbatasan Kepulauan Riau dengan Negara tetangga. Lokakarya Pemuda Bersih Narkoba dan HIV/AIDS Pantas Juara diikuti 50 orang siswa/mahasiswa dan pemuda di Kepulauan Riau dari 1-7 Juni 2007.

Keterangan tertulis Kantor Mennegpora menyebutkan, melalui lokakarya ini pada 2007 di seluruh Indonesia ditargetkan terbentuk 5000 kader pemuda bersih narkoba Pantas juara yang akan dikukuhkan sebagai Kader MitraKamtibnas Anti Narkoba. Sebelumnya pada 2006 sudah tebentuk 5000 kader.

Terbentuknya 5000 kader Mitra Kamtibmas Anti Narkoba pada 2007, pada kegiatan lokakarya ini adalah upaya Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga melalui Deputi Bidang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda untuk menyelamatkan generasi muda dari bahaya narkoba. Pelatihan Promosi Kepemimpinan Pemuda diikuti 30 pejabat yang menangani kepemudaan di provinsi/kabupatenkota se-Sumatera yang bertujuan memberikan pembekalan teknis dan manajerial pembinaan generasi muda.*** FN

Latar Belakang Berdirinya Fatayat dan Lahirnya Kepemimpinan Perempuan NU

sumber : http://www.fatayat.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=83

Latar belakang berdirinya Fatayat sebenarnya tak pernah lepas dari faktor pendidikan, khususnya pendidikan untuk anak-anak perempuan dan keagamaan. Baik pendidikan formal maupun non formal.

Selain menyangkut soal pendidikan, ketika itu juga kita memberikan perhatian untuk menggalang kerja sama dengan unsur-unsur kepemudaan lain. Dulu ada forum untuk Ormas Pemuda Islam. Jika ada masalah, kita bertemu di forum tersebut sebelum diselesaikan ke forum yang lebih besar. Forum-forum kepemudaan Islam ini pula yang menjadi embrio lain dari KNPI. Pada tahun 1954, saat Muslimat membicarakan perkawinan di bawah umur dan pemberantasan buta huruf, Fatayat terlibat juga secara intensif. Ada pleno dimana Fatayat-Muslimat bergabung. Kemajuan pemikiran yang muncul saat itu adalah adanya keputusan bahwa kalangan Muslimat sudah harus diberi kesempatan sebagai pemimpin publik dalam arti sesungguhnya. Bukan saja di intern Muslimat, tapi di masyarakat secara luas. Karena itu, sudah muncul tuntutan agar kalangan Muslimat juga berhak dicalonkan menjadi anggota legislatif. Pada tahun 1955, sudah ada wakil Muslimat yang duduk di DPR-RI, yakni Ibu Machmudah Mawardi dan Ibu Asmah Syahruni. Pada Muktamar NU tahun 1957, diputuskan secara resmi keterlibatan wanita NU di politik, meski pada Pemilu sebelumnya, yaitu tahun 1955, sudah ada anggota legislatif perempuan dari NU yang memperoleh 5 kursi dari fraksi NU. Di Konstituante, seingat saya, bertambah menjadi 9 orang, diantaranya Ibu Nihayah Bakry yang kemudian dikenal dengan Ibu Nihayah Maksum. Menurut saya, untuk situasi saat itu perempuan sudah sangat maju.

Banyak Muslimat NU yang mengambil posisi di legislatif. Ini wajar, karena sejak tahun 1950-an, dalam struktur NU, Muslimat sudah menjadi anggota pleno PBNU. Tahun 1956-an sudah ada anggota Syuriah PBNU dari perempuan, yakni Ibu Khairiyah Hasyim dan Ibu Nyai Fatmah dari Surabaya. Keduanya menjadi a’wan. Tahun-tahun kemudian dilanjutkan oleh Ibu Machmudah Mawardi, yang semula menjadi eksekutif di Departemen Agama (Depag), tapi kemudian ‘hijrah’ ke legislatif. Selain itu, dari tokoh-tokoh Muslimat ada Ibu Aisyah Dahlan, yang pernah menjadi Sekretaris Menteri Agama (Menag) dan Ibu Abidah Maksum dari Jombang yang menjadi hakim agama wanita pertama

Tahun 1962, pada Muktamar PBNU di Solo, muncul perdebatan boleh tidaknya Muslimat menjadi kepala desa (Kades). Waktu itu ada anggota Muslimat yang akan mencalonkan diri sebagai Kades, tapi tak ada rujukannya mengenai dibolehkan atau tidak dalam agama. Keputusan PB Syuriah NU ternyata memperbolehkan. Keputusan itu luar biasa maju, karena Fatayat dan Muslimat di-sah-kan untuk tampil di ruang publik. Pada Muktamar di Solo inilah Fatayat NU resmi menjadi badan otonom (Banom) NU.

Dalam kerangka mendobrak tradisi NU, ibu Ny. S. A. Wahid Hasyim sempat menggugat penggunaan tirai tinggi yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Waktu itu beliau berkata, “Saya nggak mau pakai tirai!”. Maka diaturlah pemisahan laki-laki dan perempuan masih tetap dengan tirai, tapi bukan dengan kain putih, melainkan dengan pot-pot pohon yang diatur rapi, berjajar ke belakangnya. Ada tirai, tapi di sela-sela daunnya kita masih dapat melihat ke bagian laki-laki.

Pemikiran ayah saya juga sejak awal sudah progresif dengan mendirikan Pesantren An-Nizhamiyyah. Bahkan kakek dari pihak ibu, KH. Bisri Syamsuri, sekitar tahun 1926-1927, sudah mendirikan pesantren khusus untuk perempuan di Denanyar, Jombang. Khadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari sempat menantang. Tapi jalan terus. Mbah Bisri (KH. Bisri Syamsuri) juga memberi banyak kelonggaran dalam hal pergaulan kepada puteri-puterinya. Longgar dalam pengertian boleh bertemu siapa saja, asal ditemani yang lebih tua Hanya saja, Mbah Bisri itu keras dalam menegakkan aturan agama. Contohnya, ibu saya kawin dengan ayah sudah menjanda, tapi ketika suami pertama yang tidak pernah dikenalnya meninggal, tetap memberlakukan masa iddah kepadanya.

Pada masa pemerintahan Soekarno, peran perempuan sudah maju. Menteri Perburuhan pada masa beliau adalah seorang wanita, Ibu SK Trimurti. Soekarno juga memberi peluang besar bagi perempuan untuk berkarir. Contohnya, Ibu Supeni, yang menjadi Duta Besar Khusus dan pegawai tinggi pendidikan; Ibu Rosiyah Sarjono, yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Depsos dan kemudian menjadi Menteri Sosial. Bahkan, pada tahun 1948, Ibu Herawati Diah sudah mengikuti Kongres Perempuan India di New Delhi. Berbeda benar dengan pemerintahan Presiden Soeharto pada era Orde Baru, perempuan ditempatkan sebagai ‘pendamping’.

Dalam hal ini, wajar kalau saya menuntut perempuan NU ada dalam kepengurusan PBNU, sebab ketika NU membahas persoalan yang berkaitan dengan perempuan, dan dirinya tidak dilibatkan, maka hal ini tidak adil bagi perempuan. Apalagi jika periode-periode sebelumnya sudah ada perempuan di Syuriah NU. Keterlibatan perempuan di PBNU ini sangat penting untuk mewakili kepentingan Muslimat, Fatayat, IPPNU dan lain-lainya. Tapi tuntutan tersebut belum diterima sebagian besar pengurus PBNU sekarang.

Pada Muktamar NU di Lirboyo, saya berjuang habis-habisan untuk soal keterwakilan perempuan dalam jajaran kepengurusan di PBNU ini. Hanya saja, ketika itu ditolak dan saya merasa salah strategi. Seharusnya para kiai disowani sebagaimana ketika kita mau meng-gol-kan program KB, hingga akhirnya pada 25 September 1969, ada pedoman penyelenggaraan KB di lingkungan keluarga NU. Ketika pendekatan itu tak dilakukan, saya langsung menyadari bahwa ini salah strategi. Apalagi di NU itu tak ada kultur konfrontatif.

Pengalaman Pasang-Surut

Pada masa-masa awal kepengurusan di Fatayat, yang menjadi Ketua Umum (Ketum) adalah Muslimat, tapi yang menjadi Sekretaris Umum (Sekum) dari Fatayat; seperti ex offisio. Dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan, Muslimat mendirikan sekolah, tapi guru-gurunya dari Fatayat. Hubungannya dulu seperti adik-kakak saja. Sekarang, agaknya hubungan Muslimat-Fatayat begitu longgar.

Semula Kongres Fatayat–Muslimat menyatu dengan Muktamar NU, tapi tahun 1967 di Surabaya, kongres mulai terpisah. Pertimbangannya, ketika NU membahas suatu persoalan, Muslimat dan Fatayat posisinya hanya sebagai “penggembira”. Lantas, kapan kita dapat mengurusi diri sendiri? Tapi anehnya, sejak tahun 1967-1979 terjadi kevakuman di Fatayat dan Muslimat. Sebabnya, seperti diketahui, hampir seluruh anggota Muslimat-Fatayat adalah guru dan pegawai negeri; dan saat itu diberlakukan praktik monoloyalitas hanya kepada Golkar, dan banyak anggota Fatayat yang dihantui rasa ketakutan untuk menjadi pengurus.

Ada cerita, ketika Ibu Asmah Syahruni dan Ibu H. S.A. Wahid Hasyim ke daerah, sering dikirimi surat penolakan untuk datang ke rumah pengurus Muslimat. Misalnya, mantan Ketua Muslimat Ponorogo menolak didatangi karena ada anaknya yang menjadi lurah. Daripada membahayakan anaknya yang lurah itu, dia kirim surat yang isinya: “Saya masih tetap cinta Muslimat, tapi jangan datang ke rumah saya.” Suasananya sampai seperti itu dan dialami oleh organisasi-organisasi yang lain. Jadi, masa-masa surutnya sebenarnya bukan karena faktor internal, tapi faktor eksternal. Karena situasi politik yang mengakibatkan kevakuman itu terjadi.

Secara internal, Fatayat pada waktu itu sebenarnya tidak ada masalah. Masih ada arisan antarpengurus, peringatan hari-hari besar Islam, dan pelbagai aktivitas keagamaan lainnya. Hanya saja kepengurusannya di beberapa daerah menjadi vakum. Jadi, wajar saja kalau pada saat itu ada beberapa aktivis NU, termasuk Fatayat dan Muslimat kemudian masuk Golkar dengan alasan mencari aman.

Pada Muktamar NU di Semarang tahun 1979, Kongres Muslimat-Fatayat digabung lagi. Perubahan terjadi di Fatayat NU. Sebagian besar pengurus PP Fatayat merasa sudah terlalu tua menjadi Fatayat. Terjadi alih generasi dari Ibu Malichah Agus ke Ibu Mahfudhoh.

Perubahan drastis dimulai saat Fatayat dipimpin Ibu Mahfudhoh. Pada masa kepemimpinan beliau, Fatayat mempunyai program yang disebut: Kelangsungan Hidup Anak (KHI). Program itu sebenarnya punya Muslimat, Pembinaan Karang Balita, tapi kemudian diserahkan ke Fatayat dan diformulasikan dalam bentuk kerja sama dengan UNICEF dan DEPAG dalam bentuk KHI. Dokumen tertulis penyerahannya ada.

Dalam pelaksanaan KHI, ada dana untuk pengurus. Saya melihat sebagai awal perubahan karena Fatayat akhirnya mengetahui uang dan ukurannya semua uang, sehingga melupakan asal muasal jati dirinya. Perubahan lain adalah kerenggangan hubungan Fatayat-Muslimat. Tak ada hubungan yang kental lagi sebagaimana sebelumnya. Selain itu, mulai terjadi konflik internal antarMuslimat-Fatayat. Semua itu berlangsung sampai sekarang. Mungkin saja sumber konfliknya hilang, tapi yang tersisa hingga sekarang adalah faktor kedekatannya pun hilang. Apalagi Fatayat merasa sudah sejajar dengan Muslimat dan lembaga-lembaga otonom lainnya. Padahal, Fatayat lahir karena Muslimat, bukan karena NU! Ketika Fatayat menjadi badan otonom, dan bukan lagi sebagai subordinat Muslimat, saat itu Kiai Wahab Chasbullah mengatakan: “Opo Fatayat itu, digendong kok mbrosot ae!”. Maksudnya, Fatayat itu dulu digendong-gendong, direngkuh-rengkuh, tapi ‘kok maunya memisahkan diri saja. Itu yang tak terekam dalam sejarah Fatayat yang sesungguhnya.

Pada kepengurusan Dr. Sri Mulyati Asrori dan Ermalena HS, tampaknya Fatayat berkeinginan kuat untuk mengembangkan diri. Networking dibangun. Tetapi pada sisi lain, organisasi Fatayat sudah jauh dari semangat awal pendirian, yakni memelihara budaya Islam dan kultur santri.

Ketika saya menjadi Ketua Umum Muslimat, saya selalu mengundang teman-teman dari Fatayat, IPPNU, KORPRI, untuk bincang-bincang di Kantor PP Muslimat, supaya ada tetap sambung rasa. Tradisi itu sebelumnya sudah dilakukan oleh Dr. Fahmi Saefuddin dan Ibu Sholehah Wahid Hasyim. Bahkan, dulu ada semacam lembaga koordinasi perempuan NU yang melibatkan Muslimat, Fatayat, dan IPPNU.

Saya ingin melihat Muslimat-Fatayat sekarang ini kedekatannya seperti itu. Ini memang perlu transformasi pemikiran. Barangkali yang harus disadari: Fatayat mungkin jauh lebih maju pemikirannya, tapi Muslimat lebih kaya dalam pengalaman. Pada titik ini perlu sinergi yang lebih baik.

Terus terang, saya kagum sekali pada adik-adik Fatayat sekarang yang pemikirannya begitu fresh, tapi bisa turn in dalam masalah kemasyarakatan. Dulu kami merasa sudah sangat maju, tapi ternyata sekarang mereka justru lebih maju.

Hemat saya, dulu itu kerja sama terjalin dengan baik karena ada unsur keikhlasan. Sekarang ini tampaknya keikhlasan sudah pudar. Keikhlasan yang saya maksudkan adalah: keikhlasan untuk memimpin, keikhlasan untuk dipimpin. Juga keikhlasan untuk saling mengambil manfaat secara bersama-sama. Sekarang? Saya rasa sudah tak ada lagi....

Jaringan Kerja Fatayat

Sekitar tahun 1960-an, Ibu Machmudah Mawardi, Ibu S. A. Wahid Hasyim, Ibu Syamsurizal, Ibu Pudjo Utomo, dan lain-lain, mendirikan Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) sebagai wadah persatuan wanita-wanita Muslim. Di BMOIWI ini Fatayat juga bergabung untuk memperjuangkan kepentingan perempuan dan Islam.

Di dalam sebuah organisasi persatuan pemuda Islam (gabungan pemuda Islam), Fatayat pun terlibat aktif. Demikian pula dalam Kongres Pemuda yang terdiri dari unsur-unsur Pemuda, seperti Pemuda Marhaen, GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Sosialis, dan lain-lain.

Kenapa Fatayat harus ada di mana-mana? Fatayat mempunyai dua muka yang tak terpisahkan: keperempuanan dan kepemudaan. Karena itu dia aktif di BMOIWI dan KNPI. Bahkan, sejak tahun 1988-an, Fatayat masuk ke Kowani. Kita dapat bekerja sama dengan mereka, ketika kita menghadapi konfrontasi dengan Malaysia, Fatayat dan Muslimat aktif sebagai sukarelawan.

Fatayat Sekarang

Menurut saya, Fatayat sekarang terlalu banyak berorientasi keluar, sehingga pembinaan internal kurang sekali. Saya tahu karena sering ke daerah, ketemu dengan para pengurus wilayah atau cabang.

Tapi yang menarik dari Fatayat sekarang, sebagaimana pandangan teman-teman dari kalangan LSM --bukan pandangan saya--, Maria Ulfah itu pendobrak ‘kebekuan’ internal Fatayat. Lihat saja beda Muslimat dan Fatayat tentang legal abortion (pengesahan aborsi). Muslimat tak setuju, kecuali dengan catatan, tapi Fatayat menganggapnya legal dan layak dilakukan.

Menurut saya, pengesahan aborsi itu boleh saja dilakukan jika sesuai dengan hukum agama dan didasarkan pada kebutuhan. Misalnya, kehamilan yang bisa mengancam kesehatan ibu, maka aborsi bisa dilakukan. Malah saya mengusulkan, ada baiknya pemerintah mempunyai sarana pelayanan resmi dengan prosedur yang ekstra ketat. Prosesnya juga singkat: cukup disuntik atau disedot. Praktik tersebut telah dilakukan di Turki, sebagaimana yang pernah saya lihat.

Pada sisi lain, saya mungkin termasuk orang yang konservatif juga. Misalnya pada masalah lesbianisme atau homoseksual, saya tak bisa menerimanya, karena Allah tegas-tegas melarang sebagaimana yang terdapat pada kasus Sodom dan Gomorah. Mereka itu harus dirangkul dan disadarkan. Jangan sampai melegalkan dan mensupport mereka. Saat saya ditanya, di pesantren-pesantren praktik homo itu juga merajalela, maka saya jawab: itu tetap melanggar perintah agama.

Demikian pula dengan soal perkawinan beda agama. Sampai sekarang saya belum bisa menerimanya. Alasannya, karena nanti akan mempengaruhi keturunan dan hubungan antar keluarga, bahkan mungkin akan ada pengucilan. Kalau laki-lakinya saat ijab kabul mengaku Islam lalu sesudahnya tidak, maka bagi saya pasangan itu berarti sudah melakukan praktik zina.

Hemat saya, modern itu tak berarti kita harus ikut arus orang lain. Modern itu bagi saya adalah bisa menerima perubahan, asalkan masih dalam konteks tidak melanggar norma yang diyakini. Mungkin orang menganggap saya kolot, terserah!. Kita punya gendang sendiri dan harus menari dengan gendang sendiri. Jangan sampai kita menari dengan gendang orang lain!

Biografi Diri

Saya kini aktif di Komisi VIII DPR RI sebagai wakil ketua yang membidangi agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. Saya memilih Golkar karena saya yakin bisa mewarnai Golkar dengan ubudiyah NU. Alhamdulillah berhasil. Sekarang banyak yang gabung.

Selain itu, saya kini Ketua Umum (Ketum) Al Hidayah dan menjadi Ketua Parlemen untuk Kependudukan dan Pembangunan yang menjadi bagian dari Asian Forum of Parliamentarian on Population and Development (sekarang sudah melebar ke kawasan Asia Pacific) (2005). Saya pun kini dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi kecil yang menghimpun keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (sejak 2002).

Ketika aktif di Fatayat, saya hanya tamat SMA. Saat kuliah, saya tak sempat ujian sarjana muda, karena pada tahun 1965, ada kebekuan perkuliahan di kampus-kampus. Saya hanya banyak membaca dan membaca. Selain itu, saya sering ikut pelatihan, workshop dan lain-lain. Alhamdulillah, kini saya sudah 3 periode di legislatif, dan terakhir pada 2004-2009, saya akan lebih konsentrasi untuk ibadah, mencari bekal untuk akhirat. (Ditulis oleh: Neng Dara Affiah)

« Kembali ke arsip Profil Tokoh

Ketum KNPI Digoyang Mosi Tidak Percaya

Jakarta (GP-Ansor): Suhu panas kini tengah menyelimuti tubuh KNPI. Secara tiba-tiba sebanyak 42 Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) berkumpul, konon mereka menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Hasanudin Yusuf.
Lho ada apa? Ternyata sederet bentuk pelanggaran yang dilakukan Hasanudin dibeber di antaranya, sampai 18 bulan masa jabatannya, Hasanudin belum pernah menggelar rapat Majelis Pemuda Indonesia. ”Hasanudin telah banyak melanggar AD/ART KNPI dan tidak melaksanakan sejumlah keputusan hasil rapat kerja nasional,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Islam, Hamka Hendra Noer, salah satu OKP yang hadir dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/7) kemarin.

Menurut Hamka, dalam AD/ART dijelaskan bahwa rapat majelis pemuda Indonesia, harus digelar selambat-lambatnya tiga bulan.Hal sama disampaikan Ketua Umum Gema Kosgoro, Dadung Heri Setyo. Sementara itu, Hasanudin tidak bisa dihubungi ketika diminta tanggapannya terhadap masalah tersebut. Dari 42 OKP yang menyatakan mosi tak percaya tersebut, di antaranya Keluarga Besar Muhammadiyah (IRM, IMM, Pemuda Muhammadiyah, dan Nasiatul Aisyiyah), Keluarga Besar NU (IPPNU, IPNU, PMII, Fatayat NU, dan Gerakan Pemuda Ansor), Gerakan Pemuda Islam, Gema Kosgoro, dan Angkatan Muda Ka’bah.

Alasan lain kenapa Hasanuddin digugat, akibat Deklarasi Partai Pemuda Indonesia (PPI) yang dilakukan Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Hasanuddin Yusuf yang berbuntut kisruh. Para pemimpin OKP itu mendesak Hasanuddin menggelar kongres luar biasa (KLB) untuk memilih kembali ketua umum yang baru.

Kekecewaan sejumlah OKP tersebut muncul dalam acara bertajuk “Pernyataan Sikap Organisasi Kemasyarakatan terhadap Ketua Umum DPP KNPI” di Jakarta Design Center. Forum tersebut dihadiri Ketua Angkatan Muda Ka’bah Safrudin Anhar, Ketua Pemuda Tani Indonesia Supriyatno, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Endang Sobirin, dan Amartya Putra dari Pemuda Muhammadiyah.

Pendeklarasian PPI oleh ketua umum KNPI itu mengakibatkan posisi KNPI dan PPI menjadi bias. “Kalau kita ke daerah, sering orang berkata, wah sekarang KNPI punya partai baru,” ujar Supriyatno. Menurut dia, respons masyarakat tersebut melanggar prinsip dasar pendirian KNPI, yakni heterogenitas, baik dalam ideologi maupun afiliasi kepartaian.

Para pengusung KLB mengatakan, anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) KNPI tidak mengatur pelarangan seorang kader KNPI menjadi ketua umum partai. “Tapi, ini masalah etika berorganisasi,” tandas Safrudin. Dalam sejarah KNPI, tidak ada seorang ketua umum merangkap menjadi ketua umum partai,” jelas Supriyatno. Sebab, ketua umum partai menjadi simbol partai.

Karena itu, Hasanuddin diberi deadline dua minggu sejak kemarin untuk segera mengundurkan diri dari posisi Ketum. Jika batas waktu terlewati, seluruh pengurus akan menggelar pleno untuk merencanakan KLB. “Kami juga sudah mengevaluasi kinerja ketua umum yang tidak maksimal. Kami khawatir ,kalau dia juga bekerja untuk partai, konsentrasinya akan terpecah,” tegas Endang Sobirin.

Kalau sebagian anggota KNPI mengusung KLB, sejumlah DPD KNPI justru bersikeras menolak. DPD KNPI yang menolak KLB, antara lain, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Bali, dan Maluku.

Ketua DPD KNPI Jatim Muhammad Rizal mengatakan, wacana KLB hanyalah usaha untuk mendongkel posisi Hasanuddin sebagai ketua umum KNPI. “Kami menolak KLB. Apalagi, alasannya gara-gara ketua umum KNPI mendirikan Partai Pemuda Indonesia (PPI). Tidak aturan yang melarang. Toh Hasanuddin juga tak pernah mengaitkan PPI dengan KNPI,” kata Rizal.

Pernyataan senada dilontarkan Ketua DPD KNPI NTB Lalu Winengan. Menurut Lalu, KNPI NTB sangat menolak KLB karena tidak sesuai dengan AD/ART. Bahkan, Lalu mendesak DPP KNPI segera melakukan reshuffle pengurus KNPI yang tidak aktif.

Ketua DPD KNPI Sumbar Marzul Veri, Ketua DPD KNPI Kalimantan Selatan, Yazidie Fawzy, Ketua DPD Bali Putu Iwan, dan Ketua DPD KNPI Maluku Sam Latuconsina juga mengirimkan statemen menolak keras wacana KLB.

Ketua Umum KNPI Hasanuddin Yusuf beberapa kali menegaskan, dirinya tidak akan mencampuradukkan PPI dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). “Saya menjamin KNPI tetap independen. Itu sering saya utarakan,” katanya.

Sebagai ketua umum KNPI, Hasanuddin menolak KNPI digiring-giring untuk kepentingan partai politik tertentu. Dia menjamin bahwa dirinya bisa membedakan kapan berperan sebagai ketua umum KNPI dan kapan harus berperan sebagai ketua umum PPI.

Kepada anggota KNPI, dia juga mengaku tidak pernah memaksa atau memengaruhi untuk masuk PPI. Pengurus KNPI, kata dia, diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan politik sesuai dengan hasil-hasil Kongres XI. Jadi, di KNPI, boleh saja anggota berasal dari beragam partai politik. Misalnya, ketua dari partai A dan Sekjen dari partai B, itu tidak menjadi masalah.

Saat ini KNPI terdiri atas 70-an organisasi kepemudaan. Sembilan di antaranya adalah organisasi pemuda parpol. Belum lagi ketua KNPI di daerah rata-rata adalah pengurus parpol. “Dengan komposisi seperti itu, tidak mungkin menggiring KNPI ke satu parpol,” jelasnya. (Ant/Jp/wg)

sumber : http://gp-ansor.org/?p=2844

Kongres Ke 14 KNPI Segera Diadakan Di Bali

Kongres Ke 14 KNPI Segera Diadakan Di Bali

sumber : http://abdimedia.com/archives/1987

Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) akan mengadakan Kongres ke-12 di Denpasar, Bali, pada 25-28 Oktober 2008, kata Ketua Umum DPP KNPI, Hasanuddin Yusuf, di Jakarta, Sabtu.Jakarta (ANT/AMO) –

Dalam keterangan pers di dampingi Ketua KNPI, Heri Susanto dan Armyn, serta Bendahara Umum KNPI, Rachmat HS, Hasanuddin mengatakan bahwa keputusan pelaksanaan Kongres KNPI di Bali sesuai hasil musyawarah pimpinan pemuda (MPP) KNPI di Pekanbaru, Riau, pada 22-25 Juli 2008.

“Jadi tidak benar jika dalam forum MPP KNPI di Riau itu ada agenda penggantian ketum KNPI, karena forum penggantian pengurus DPP KNPI dan evaluasi pertanggungjawaban hanya ada di Kongres KNPI mendatang di Bali 25-28 Oktober 2008,” katanya.

Menurut Hasanuddin, adalah tidak benar atau ilegal jika ada yang menyatakan bahwa dalam MPP KNPI di Pekanbaru telah berhasil membentuk pelaksana tugas (plt) ketum KNPI. “Ketum DPP KNPI yang legal peride 2005 - Oktober 2008 adalah Hasanuddin Yusuf,” ujarnya.

“Apalagi, oknum yang mengaku membentuk plt ketum KNPI hanya didukung dua pegurus DPD KNPI, yakni DKI Jakarta dan Kalbar, serta tujuh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dari 61 OKP yang bergabung di DPP KNPI, sehingga tidak memenuhi korum,” katanya.

Dia berharap, jajaran pengurus KNPI di pusat, daerah dan 67 OKP yang bergabung untuk tetap tenang dan tidak terpegaruh isu-isu pengurus “KNPI tandingan” karena DPP KNPI baru mengadakan kongres pada Oktober 2008 di Bali.

Hasanuddin menegaskan, pihaknya mengusulkan untuk mengambil tindakan tegas dan memecat dari organisasi terhadap sejumlah oknum pengurus KNPI yang melakukan pertemuan ilegal dalam rapat pleno DPP KNPI, pekan depan.

Sementara itu, Rachmat HS mengatakan, dirinya dan Armyn telah ditetapkan sebagai ketua panitia pelaksana kongres ke-12 KNPI di Bali pada Oktober 2008.

Kongres KNPI ke-12 itu diagendakan memilih pengurus DPP KNPI periode 2008-2011, penyempurnaan anggaran dasar/rumah tangga, serta penyusunan program kerja selama tiga tahun ke depan. (*)

KNPI Adakan Kongres ke-12 di Bali Pada Oktober

KNPI Adakan Kongres ke-12 di Bali Pada Oktober

Sumber : http://www.antara.co.id/arc/2008/7/26/knpi-adakan-kongres-ke-12-di-bali-pada-oktober/

Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) akan mengadakan Kongres ke-12 di Denpasar, Bali, pada 25-28 Oktober 2008, kata Ketua Umum DPP KNPI, Hasanuddin Yusuf, di Jakarta, Sabtu.

Dalam keterangan pers di dampingi Ketua KNPI, Heri Susanto dan Armyn, serta Bendahara Umum KNPI, Rachmat HS, Hasanuddin mengatakan bahwa keputusan pelaksanaan Kongres KNPI di Bali sesuai hasil musyawarah pimpinan pemuda (MPP) KNPI di Pekanbaru, Riau, pada 22-25 Juli 2008.

"Jadi tidak benar jika dalam forum MPP KNPI di Riau itu ada agenda penggantian ketum KNPI, karena forum penggantian pengurus DPP KNPI dan evaluasi pertanggungjawaban hanya ada di Kongres KNPI mendatang di Bali 25-28 Oktober 2008," katanya.

Menurut Hasanuddin, adalah tidak benar atau ilegal jika ada yang menyatakan bahwa dalam MPP KNPI di Pekanbaru telah berhasil membentuk pelaksana tugas (plt) ketum KNPI. "Ketum DPP KNPI yang legal peride 2005 - Oktober 2008 adalah Hasanuddin Yusuf," ujarnya.

"Apalagi, oknum yang mengaku membentuk plt ketum KNPI hanya didukung dua pegurus DPD KNPI, yakni DKI Jakarta dan Kalbar, serta tujuh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dari 61 OKP yang bergabung di DPP KNPI, sehingga tidak memenuhi korum," katanya.

Dia berharap, jajaran pengurus KNPI di pusat, daerah dan 67 OKP yang bergabung untuk tetap tenang dan tidak terpegaruh isu-isu pengurus "KNPI tandingan" karena DPP KNPI baru mengadakan kongres pada Oktober 2008 di Bali.

Hasanuddin menegaskan, pihaknya mengusulkan untuk mengambil tindakan tegas dan memecat dari organisasi terhadap sejumlah oknum pengurus KNPI yang melakukan pertemuan ilegal dalam rapat pleno DPP KNPI, pekan depan.

Sementara itu, Rachmat HS mengatakan, dirinya dan Armyn telah ditetapkan sebagai ketua panitia pelaksana kongres ke-12 KNPI di Bali pada Oktober 2008.

Kongres KNPI ke-12 itu diagendakan memilih pengurus DPP KNPI periode 2008-2011, penyempurnaan anggaran dasar/rumah tangga, serta penyusunan program kerja selama tiga tahun ke depan. (*)